Senin, 23 Januari 2012

Dakwah ke Tasikmalaya dan Majalaya I

Hi!

Hmmm....apa kabar semua?

Hmmm...gw baru nyadar ternyata udah 6 bulan nggak update blog. Lah kayaknya baru kemaren gw update. Sumpah! Gw ingetnya kemaren. Tapi ternyata udah 6 bulan aja. Hmm...tanda-tanda kiamat ini. 1 hari jadi berasa 6 bulan. Jadi salahkan alam ya. Jangan salahin gw. Hmmm..pantesan gw bingung. Kok si Uda Rofi manggil gw "stupid letter" (judul postingan terakhir). Kemaren pas gw ketawa ngakak gara-gara dia ngelucu, dia ngebentak, "Eh Stupid Letter! ketawa muluk lu. Update itu blog". Gw kan mikir...hmmm...kok dia udah baca ya postingan gw. Perasaan baru kemaren gw publish. Hmmm....ternyata dia bosen. Udah 6 bulan, tiap buka blog gw, isinya stupid letter muluk.

Hmmm...terus gw baru nyadar kalau sepanjang tahun 2011, gw cuma posting 2 artikel. Berarti 6 bulan sekali. Gw jadi mikir, ini blog apa UAS. Kok 6 bulan sekali. Hmmm...kurang lucu ya. Ulangi deh. Gw jadi mikir, ini blog apa UTS ganjil. Kok 6 bulan sekali. Hmmm...kok makin nggak lucu ya. Ya udah lah. Harap maklum. Kan baru mulai nulis lagi ya.

Hmmm....lagian pas nulis ini, gw mabok ifumie. Gw makan ifumie terus beberapa hari ini. Kata Dokter, ifumie dapat memicu syaraf kegaringan yang terletak pada ujung puting payudara untuk bekerja lebih aktif. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Hmmm... begini. Mie yang keras pada ifumie, membuat kita menggerakkan sendok dan garpu lebih aktif. Karena gerakan aktif itu, tanpa sengaja ujung sendok dan garpu, menyentuh dan menggesek-gesek ujung puting kita yang di dalamnya terletak syaraf-syaraf kegaringan. Gesekan inilah yang memicu syaraf kegaringan menjadi lebih aktif bekerja.

Lalu apa gejalanya? Hmmm....Menurut dokter, gejala yang utama adalah tentu saja, kita tidak bisa membuat pembaca tertawa karena kita menjadi garing. Tulisan yang sejatinya dibuat untuk mengocok perut pembaca, malah mengocok bagian lainnya (Ya karena pembaca kecewa, lalu beralih membaca situs porno. Inilah yang dimaksud tulisan kita, secara tidak langsung, ikut mengocok bagian lainnya). Hmmm...lalu apa gejala lainnya? Gejala lainnya adalah, tulisan kita mengandung banyak sekali "hmmmm". Hmmm......

Nah, berdasarkan penjalasan ilmiah tadi, sudilah kiranya Roiders semua memaafkan idolamu ini bila ternyata postingan kali ini garing sekali (sstt..sstt..perasaan si Roid ini tiap nulis selalu minta maaf. Dia blogger apa Mpok Minah? Aduuuh...kita juga garing ya sebagai pembaca. Maafkan kita ya, Pembacanya Pembaca).

Jadi, postingan kali ini merupakan seri kedua dari kisah perjalanan gw mengelilingi dunia. Yang seri pertamanya mana? Yang seri pertamanya waktu gw ke Bandung. Jadi seri kedua ini adalah ke......Tasikmalaya. Ya memang masih jauh sekali sih dari judul ambisius "MENGELILINGI DUNIA". Kalau kita ibaratkan perjalanan keliling dunia ini sebagai perjalanan ke sekolah, perjalanan gw ini masih dalam tahap gw membuka mata kiri ketika bangun tidur. Seri pertamanya (ke Bandung) ibaratnya gw membuka mata kanan. (Ya kali Id, ada orang bangun tidur mengerling gitu kayak Elvi Sukaesih. Buka matanya gantian. Ya tapi seenggak-enggaknya lu mengikuti sunah Rasul. Buka mata kanan duluan).

Terus gimana ceritanya bisa travel ke Tasikmalaya? Jadi ceritanya gini, Desember kemarin ada promo dari maskapai penerbangan low cost, sebut saja Mawar. Karena kita udah lama nggak traveling, akhirnya gw dan Banu memberanikan diri untuk membeli tiket Jakarta-Babakan (Babakan adalah ibukota Tasikmalaya). Tapi ibarat orang mabuk nikah di Las Vegas, keputusan ini amatlah sangat prematur. Kita nggak survei dan googling dulu. Emang kenapa Id kalau googling dulu? Ya gapapa. Soalnya googling itu udah kayak bismillah sebelum makan sih ya. Lu mungkin nggak keselek kalo nggak baca bismillah, tapi rasanya nggak afdol aja kalo nggak diucap. Btw, analoginya bisa diganti sih. Bismillah dengan "Bismillahi Allahuma Jannibnasy syaithana wajannibisy-syaithana maa razaqtanaa" dan makan dengan "berhubungan badan dengan istri sendiri". Ya mungkin kalo nggak baca doa sebelum bercampur, istri kita nggak akan keselek, ya tapi nggak afdol dan syah aja rasanya.

Eh, berhubung Tasikmalaya ini kota yang cukup agamis, maka perkenankanlah aku menggunakan kata "aku" untuk menyebut diriku sendiri. Lagipula tujuan perjalanan kami kali ini berbeda dengan perjalanan kami sebelumnya ke Bandung yang hanya bertujuan untuk mereguk kenikmatan duniawi. Tujuan perjalanan kami kali ini adalah murni untuk berdakwah. Makanya, agak sedikit ada ketakutan di hati ini. Takut iman kami goyah dan tidak kuat demi melihat godaan waria-waria di Babakan. Tapi mudah-mudahan, tiang agama selalu menyertai kami. (Roiders kasak-kusuk, "ssst..ssstt..ngapain tiang agama menyertai mereka. Maksud kalimatnya nggak jelas banget. Bodoh sekali blog ini ya")

Btw, ini pertama kalinya aku menaiki Mawar. Ternyata, Mawar cukup suka bergoyang ya. Biasanya, kalau sedang menaiki, aku tidak suka yang aku naiki terlalu banyak bergoyang. Nah, si Mawar ini kerap bergoyang. Ya walaupun mungkin karena cuaca waktu itu mendukung juga sih, makanya goyangan Mawar semakin hebat. Aku sampai lemas dibuatnya. Apalagi Banu. Tak henti-hentinyanya (idih. Typo. Tapi lucu juga ya. Nyanya. Nggak usah dihapus deh) dia mengucap doa ketika Mawar menggoyangnya dengan hebat. Maka begitu pilot memberi pengumuman bahwa pesawat akan mendarat, serentak kami berdua menyebut asma Allah. Kami heran, orang-orang lain yang menaiki Mawar, tak ada yang membalas sahutan adzan sang pilot. (Oh...bukan ya. Maaf, Roiders. Karena tujuan perjalanan kali ini berdakwah, maka setiap ucapan yang melalui gendang telinga kami, terdengar seperti adzan). Tapi walaupun si Mawar ini sering bergoyang dan tidak menyuapi kami makanan, overall okelah. Ada harga ada rupa memang. At least, si Mawar ini nggak telat. Jadi nggak ada yang harus minta pertanggungjawaban.

Begitu sampai di Bandara Suvarnabhumi Babakan, bibir kami lagi-lagi tak berhenti mengucapkan nama Tuhan karena begitu terkesima akan indahnya bandara internasional tersebut. Pokoknya kata-kata indah selalu terucap dari bibir kami, contohnya seperti , "Anjing, bagus banget!" (Bukankah anjing adalah makhluk ciptaan Tuhan? Bukankah semua makhluk ciptaan Tuhan sempurna?).

Setelah selesai berurusan dengan imigrasi, kami pun tak sabar untuk segera beribadah...yaitu senyum di depan kamera. Dan syukur alhamdulilah, dakwah kami langsung berhasil. Kami melihat beberapa umat di sana juga langsung beribadah...senyum juga di depan kamera masing-masing.


Tak sabar ke tempat pengecekan paspor karena ini pengecekan paspor pertama kami.
Ternyata pengecekan paspor itu rasanya seperti fish spa...tik tok..tik tok..
*Roiders menunggu penjelasan logis* *Yang tentu saja tidak mereka dapatkan*


Akhi Banu sudah tidak sabar melakukan ibadah. Senyumnya langsung
menyinari bandara yang fana ini.

Kami menemukan kesamaan antara Bandara Suvarnabhumi dan Soekarno Hatta,
yaitu ubin ke empat dari kaki kananku. Sama persis. Selebihnya tentu berbeda sekali.


*untuk gambar bandara Suvarnabhumi yang lebih representatif, silahkan googling, atau pergi langsung ke sana*

Untuk pilihan transportasi sendiri, sayangnya Suvarnabhumi masih kalah dari Soekarno Hatta. Bayangkan, di sana tidak ada Damri dan ojeg gelap! Aku suka ojeg gelap. Ada perasaan deg-deg ser ketika timbul keinginan terselubung agar si Abang memberhentikan motornya di semak-semak. Hih. Ngeselin banget. Di Suvarnabhumi adanya cuma taxi, bis, dan ini:

kereta yang nyamannya setengah mampus ini...
astaghfirullah..setengah wafat maksudnya....
tiketnya cuma sekitar 90an baht (37ribuan)

okay, enough the crap ya soal dakwah-dakwahan. Tambah banyak dosa gw ntar. Lanjut lagi soal transportasi dari Bangkok. Kereta ini yang gw lupa namanya apa (monorail apa sky train apa patpong panatrumpan. Gini nih kalo jangka waktu travel dan update blog kelamaan), menjadi pilihan kita karena simply, kita belum pernah naik kereta dari bandara. Turned out, it's very comfy ya. Cepet pula. Emang berapa lama Id perjalanannya? lupa. Terus harga tiketnya emang cuma segitu, 90 bath? lupa. Kita turun di Phaya Thai karena berdasarkan hasil googling, stasiun ini yang paling dekat dari tempat kita nginep. Eh...atau karena ini stasiun pemberhentian terakhir ya?

Btw, kita nginep di kawasan Khaosan Road. Kalo dari hasil googling sih, turis biasanya banyak nginep di Silom dan Khaosan Road. Gw milih Khaosan Road karena di sini memang kawasan turis asing yang kebanyakan backpackers. Kayak Poppies Lane di Kuta kali ya. Karena gw suka suasana Poppies, jadi gw ngerasa bakal suka juga sama Khaosan Road. Lagipula karena di sini banyak turis asing yang notabene belum mendapat hidayah, maka aktivitas dakwah kita juga bakal terbuka lebar. (lah...dia balik lagi).

Begitu tiba di Khaosan, langsung terasa excited tiada tara. Vibe-nya persis sama seperti waktu aku tiba di Kuta dulu. Ramai. Suara musik berdentum-dentum (walaupun aku lebih suka musik Hadad Alwi), bule berjalan hilir mudik, pedagang sibuk menawarkan barang. Coolness! Melihat pemandangan sedemikian, tak sabar rasanya menghampiri mereka lalu menuntun mereka mengucapkan dua kalimah syahadat (Janji. Ini terakhir kali si dakwah nongol).

Oh ya, karena kita nyampe Bangkok malem, kita terpaksa naik taxi dari Phaya Thai ke Khaosan Road. Kalo dari googling, banyak yang bilang taxi di Bangkok kurang bisa dipercaya. Menurut gw nggak juga. Beberapa kali naik taxi, mereka mau kok pasang argo meter walau tau kami turis. Langsung naik aja. Jangan pake acara tawar-tawaran dulu kayak bule yang nunggu taxi deket gw. Lah masa dia langsung ujug-ujug nawar, "kulo cuma punya duwek 1000 baht, kaaap. Panjenengan mau nganter ke Khaosan Road ora, kaaap?". Supir taxi: " swadikaaap, kun kaaap" *joget tradisional Thailand*. Yaiyalah mau. Orang ongkos normal kalo pake argo cuma 80 Baht. MENURUT NGANA??

Oke, balik lagi ke Khaosan Road. Setelah nyampe, agenda pertama kita adalah cari hotel. Hotel di Khaosan Road sangat bervariasi. Dari yang mahal, menengah, murah, murahan, bispak, sampe Ibabon (Isep bayar lem aibon). Awalnya kita sumringah sekali ketika pertama kali bertemu losmen yang tarifnya cuma 90ribu rupiah. Namun ketika dibawa ke kamarnya, ternyata kamarnya sangat sempit sekali. Cuma ada kipas angin, a King (of Daus Mini Land) Sized bed, sama lemari yang keciiiiil banget. Hmm...ini sih kamar tipe ibagus (isep bayar permen sugus). Dan nanya ke polisi soal alamat hotel yang udah gw googling sebelumnya juga nggak banyak membantu, karena i barely understand what they said. "Haaaa...you go de haaaa..kaaap..haaaa". Tapi setelah keliling lagi cari sana sini, akhirnya nemulah hotel yang pas di hati.


our humble yet comfy hotel, Rambutri House. Eh, gw baru nyadar.
Di sebagian besar foto kita, selalu ada Banu yang nyempil.

Two single beds and one single Banu

Moral of the story: Kalo nggak mau capek cari-cari hotel, booking dulu hotel lewat internet. But you will miss the opportunity to see and feel the amazing ambience of Kamar tipe ibagus. YA NGAPAIN KE THAILAND KALO NGGAK BISA LIAT KAMAR IBAGUS? LOE UDAH BOSEN IDUP KE THAILAND NGGAK NGUNJUNGIN TU KAMAR?HA? HA?


Setelah beristirahat sebentar (yaitu buka pintu, lempar tas ke ranjang, tempel muka ke tempat tidur sambil bilang, "aku beristirahat" lalu lari terbirit-birit ke luar), kita langsung lari ke jalan. Tak sabar mengeksplor Khaosan Road! And let the pictures do you:

Di Khaosan Road, semua ada. Bahkan sekarang ada....Banu.


Ada 711 dan.... Banu. Lagi.


Ibu-ibu penjual makanan khas Thailand, Pat Thai (fried noodle with shrimp) dan....yeah..you say the B word.


Ci luk Baaaa.......


Sorry, i have to eat you, dude. There's only one center of the attention. Kalo dua namanya biji.


AAARRRRGGGHHHH!!!!!


But i managed to save the journalism side of this article. And with these informative pictures, i prove you that you can find anything in this road.


Seperti yang kalian ketahui di atas, ada penjual gorengan serangga.


I don't know why we make a fuss over baso tikus. They eat these...for God's sake!


Di jalan sesempit ini, bahkan masih ada yang break dance.





Serta......................

















menari Saman.



Boong, Ding. Yang nari Saman nggak ada. Fotonya gw googling. *Roiders memutar bola mata*


Oke. Cukup sekian. Sampai ketemu di Dakwah ke Tasikmalaya dan Majalaya II. Peace, Love, and Suck My Tits, Habibie!